Demensia

Artikel ini telah direview oleh

Saat Aku Jadi Pelupa


  • Semua manusia akan jadi tua, dan umur merupakan faktor risiko demensia yang tak dapat dielakkan.

    Gejala orang dengan demensia yang paling mencolok adalah pelupa yang melampaui batas kewajaran. Yakni, sangat sering lupa sampai membuat aktivitas keseharian terganggu, dan tidak mampu lagi melakukan pekerjaan ataupun merawat diri. Lupa pada demensia terutama adalah lupa untuk hal-hal terkait peristiwa (memori episodik) dan kesulitan menyebutkan nama benda.

    Gejala lain adalah sering keliru dan salah bertindak dalam membuat keputusan, seperti menentukan waktu (siang/malam), tidak bisa menggunakan peralatan rumah tangga, lupa menyimpan barang atau meletakkan di tempat yang tak biasa, tidak mengenali orang atau rumah sendiri.
    Saat ini, jumlah penyandang demensia di Indonesia diperkirakan sekitar satu juta orang. Sebagian besar demensia tipe Alzheimer yang gejala dininya berupa pelupa dan kesulitan visuospasial sering terlewatkan sehingga sulit mengetahui waktu pasti munculnya penyakit.
    Di Asia Pasifik, angka kejadian demensia adalah 4,3 juta per tahun (2005) yang akan meningkat menjadi 19,7 juta per tahun pada 2050. Artinya, laju demensia adalah 1 kasus baru setiap 7 detik.

    Penurunan otak
    Perlahan tapi pasti, penyandang demensia mengalami penurunan fungsi otak (mengingat, berpikir logis, berbahasa, membuat keputusan, berorientasi), penurunan kemampuan merawat diri ataupun melakukan aktivitas. Akibatnya, keseharian penyandang harus dibantu dan didampingi oleh orang lain.

    Dampak demensia sungguh luar biasa, masa hidup penyandang sejak muncul gejala awal sampai meninggal dapat berlangsung 10-15 tahun. Biaya yang diperlukan untuk merawat sangat besar, baik untuk obat, vitamin, pendamping, maupun kebutuhan dasar hidup. Biaya perawatan demensia di Asia Pasifik 60,4 miliar dollar AS (2003). Biaya perawatan demensia lebih besar daripada biaya perawatan penyakit malaria, tetanus, dan kanker.

    Adanya penyandang demensia dalam keluarga akan memengaruhi keharmonisan hubungan inter-personal, kesulitan berkomunikasi, dapat timbul ketegangan, bahkan konflik atau berbantahan. Sikap dan respons anggota keluarga penyandang demensia menentukan persepsinya. Yakni, menganggap kerepotannya adalah beban atau justru menjadi kesempatan berbakti. Karena itu, tak ada salahnya, bila anak-anak memikirkan untuk mencarikan orangtua seorang asisten atau pendamping untuk menemani sekaligus menjadi teman berkeluh kesah. Anggaplah ini menjadi sebuah investasi bagi orangtua. (RN)

    Baca juga:  8 Kiat Jitu Jaga Kesehatan Bagi Lansia
    × Hubungi kami!