Atrial Fibrilasi Mengancam Usia Produktif

Artikel ini telah direview oleh
Atrial Fibrilasi Mengancam Usia Produktif
Foto: ekahospital.com

Atrial fibrilasi adalah kondisi jantung di mana denyut jantung tidak beraturan dan sering kali cepat. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko stroke, gagal jantung, dan komplikasi terkait penyakit jantung lainnya.

Normalnya, jantung akan berdenyut sekitar 60-100 kali per menit saat Anda sedang beristirahat. Namun pada atrial fibrilasi, denyut jantung Anda tidak teratur dan terkadang bahkan bisa sangat cepat. Dalam beberapa kasus, denyut jantung seseorang yang mengami atrial fibrilasi bisa lebih dari 100 kali per menit.

Atrial fibrilasi adalah salah satu kondisi yang bisa hilang timbul atau dapat pula tidak kunjung menghilang. Meski biasanya tidak mengancam nyawa, namun atrial fibrilasi merupakan kondisi medis serius yang terkadang memerlukan perawatan darurat agar mencegah terjadinya komplikasi yang parah. Jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat, fibrilasi atrium dapat menyebabkan penggumpalan darah yang membuat aliran darah tersumbat.

Atrial fibrilasi adalah aritmia yang paling sering terjadi. Penyakit ini dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan dan risiko cenderung akan meningkat dengan bertambahnya usia. Penyakit ini lebih sering terjadi pada orang di atas 50 tahun.

Penyebab Atrial Fibrilasi (AF)

Fibrilasi atrium (AF) terjadi akibat adanya gangguan hantaran sinyal listrik di otot jantung. Akibatnya, denyut jantung menjadi tidak normal sehingga tidak memompa darah dengan optimal ke seluruh tubuh.

Gangguan hantAran listrik ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor berikut :

 Konsumsi minuman berkafein atau beralkohol:

  1. Konsumsi obat-obatan batuk pilek
  2. Kebiasaan merokok
  3. Tekanan darah tinggi
  4. Penyakit jantung koroner
  5. Penyakit jantung bawaan
  6. Kelainan katup jantung
  7. Serangan jantung
  8. Hipertiroidisme
  9. Infeksi virus
  10. Sleep apnea
  11. Gangguan metabolik
  12. Penyakit paru 

Selain beberapa faktor di atas, terdapat kondisi lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang terserang AF, yaitu :

  1. Berusia lanjut
  2. Menderita obesitas atau berat badan berlebih
  3. Memiliki keluarga yang juga mengalami atrial fibrilasi

Gejala Atrial Fibrilasi (AF)

 Atrial fibrilasi dapat menimbulkan gejala cepat lelah atau bahkan tidak menimbulkan gejala apa pun. Akibatnya, kondisi ini sering tidak disadari oleh penderitanya. Namun, bila denyut jantung terlalu cepat, penderita AF dapat mengalami gejala berikut ini :

  1. Lemas
  2. Pusing
  3. Jantung berdebar
  4. Nyeri dada
  5. Sesak napas
Baca juga:  Wanita Usia 40 Keatas Butuh Ragam Nutrisi Ini

Segera ke dokter

Segera ke IGD rumah sakit terdekat jika jantung berdebar yang dirasakan sampai menimbulkan nyeri dada dan sesak napas, karena kondisi tersebut bisa menjadi tanda serangan jantung.

Atrial Fibrilasi (AF) berisiko terjadi pada penderita hipertensi atau penyakit jantung. Bila Anda menderita penyakit ini, lakukan pemeriksaan ke dokter secara berkala, untuk memantau perkembangan penyakit dan evaluasi pengobatan.

Pemeriksaan Atrial Fibrilasi (AF)

Untuk memastikan apakah pasien menderita atrial fibrilasi, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang berupa :

  1. Elektrokardiogram (EKG), untuk melihat aktivitas listrik jantung yang tidak teratur pada penderita atrial fibrilasi (AF).
  2. Holter monitor, yaitu EKG portabel yang dapat merekam aktivitas listrik jantung selama 24 jam atau lebih.
  3. EKG treadmill, yaitu tes EKG yang dilakukan saat pasien berjalan atau berlari di atas treadmill.
  4. Foto rontgen dada, untuk melihat kondisi jantung dan paru secara visual.
  5. Echo jantung, untuk memeriksa bentuk dan fungsi jantung secara lebih detail.
  6. Tes darah, dilakukan guna memeriksa kadar kolesterol pasien yang sering kali meningkat pada seseorang yang menderita penyakit jantung.

Penanganan Atrial Fibrilasi (AF)

Tujuan pengobatan AF adalah untuk mengatasi penyebabnya, menormalkan denyut jantung, dan mencegah penyumbatan di pembuluh darah, sebagaimana dijelaskan di bawah ini.

  1. Menormalkan denyut dan irama jantung

Guna menormalkan denyut jantung yang terlalu cepat dan membuat irama jantung menjadi teratur, dokter dapat melakukan tindakan di bawah ini :

  1. Pemberian obat antiaritmia
  2. Kardioversi atau kejut listrik jantung.
  3. Ablasi jantung, dengan menghancurkan bagian jantung yang mengalami kerusakan dan mengacaukan aliran listrik jantung.

Meski sudah dilakukan kejut listrik atau ablasi, dokter jantung tetap masih bisa memberikan obat-obatan untuk mempertahankan denyut jantung tetap normal.

  1. Mencegah penggumpalan darah

Penderita Atrial Fibrilasi (AF) sangat berisiko mengalami penggumpalan darah dan penyumbatan pembuluh darah, terutama di otak (stroke). Untuk mencegahnya, dokter akan meresepkan obat antikoagulan. Pada banyak kasus, pasien perlu menggunakan obat tersebut untuk seumur hidupnya meski denyut jantungnya sudah kembali normal.

Baca juga:  Kolesterol Tinggi Bisa Nampak di Lengan dan Kaki

Usia muda

Sementara itu Guru Besar Aritmia Universitas Indonesia Yoga Yuniadi mengungkapkan bahwa mayoritas pasien yang mengalami atrial fibrilasi (AF) di Indonesia berada di usia produktif, yakni antara 40 hingga 65 tahun.

“Pasien AF kita paling tinggi itu usia 40 sampai 65, ini artinya apa? Ini adalah manusia-manusia produktif yang berada di puncak karir dan mereka adalah para kepala keluarga. Bayangkan kalau manusia-manusia ini mengalami stroke,” ujar Yoga.

Menurut data World Health Organization (WHO), usia 40-60 tahun masih tergolong muda jika dibandingkan dengan data global di mana atrial fibrilasi banyak diderita pada usia 60 tahun ke atas.

Namun, Yoga menekankan bahwa AF tetap merupakan penyakit yang terkait dengan penuaan, di mana risiko meningkat seiring bertambahnya usia, sehingga risiko stroke pun semakin tinggi.

Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat, prevalensi AF pada usia 60 tahun ke atas berkisar antara 0,2-2%, sementara pada usia 80 tahun prevalensinya meningkat hingga 40%.

Yang lebih mengkhawatirkan, Yoga menambahkan bahwa 46% kasus AF tidak menunjukkan gejala khas (asimptomatik), dan hanya bisa dideteksi melalui pemeriksaan dokter atau skrining EKG. Bahkan, 60% pasien dengan AF yang asimptomatik mengalami stroke tanpa peringatan awal.

“Oleh karena itu, penting bagi rumah sakit dan tenaga kesehatan untuk menyediakan skrining secara oportunistik atau sistematik agar masyarakat bisa mengetahui risiko adanya atrial fibrilasi,” kata Yoga.

Namun, Yoga lebih menyarankan deteksi sistematik yang berfokus pada deteksi atrial fibrilasi dan kemungkinan penyakit jantung, terutama untuk usia 65 tahun ke atas, sesuai dengan anjuran Asia Pacific Heart Rhythm Society (APHRS). (RN)

× Hubungi kami!