Bayi Prematur Banyak Tantangan Neurologis

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyebut kematian bayi di Indonesia paling banyak disebabkan kelahiran prematur. “Di Indonesia paling banyak (meninggal) karena prematur,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Budi mengatakan, setiap tahunnya ada 78 ribu bayi di Indonesia yang meninggal dari 4,6 juta yang dilahirkan. Paling banyak terjadi di pulau Jawa mengingat jumlah penduduk di daerah itu juga sangat besar. Menkes menyebutkan pernikahan dini juga menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya masalah pada rahim istri, sehingga bayi cepat lahir dengan bobot yang di bawah rata-rata kelahiran normal.
“Di Indonesia menikahnya terlampau cepat, ada masalah di kandungan, di bawah 37 minggu lahirnya,” katanya.
Untuk menangani kasus tersebut, saat ini pemerintah membagi perawatan bayi dengan tingkatan berat saat kelahiran untuk menekan angka kematian bayi. Dia pun tidak menjelaskan secara detail terkait dengan mekanisme penanganan bayi di setiap tingkatannya, sehingga berpengaruh terhadap penekanan angka kematian bayi.
“Kita sudah bagi, di puskesmas bisa di bawah 2 kilogram, di 514 rumah sakit kabupaten/kota bisa di bawah 1,8 kilogram, rumah sakit provinsi bisa sampai 1 kilogram dan di bawah 1 kg RS vertikal kita,” kata dia.
Itulah sebabnya, Kementerian Kesehatan terus membangun lebih banyak pelayanan rumah sakit ibu dan anak untuk menangani kelahiran di bawah rata-rata dan mengurangi kematian bayi.
Sementara itu, dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Dr. Med. dr. Damar Prasmusinto, SpOG, SubspesKFm(K) menuturkan asupan vitamin D bagi ibu hamil dapat mencegah keguguran berulang hingga bayi lahir prematur.
“Diketahui ternyata mereka yang kekurangan vitamin D itu lebih mudah terjadi keguguran berulang. Jadi mereka yang hamil kemudian gugur lagi lalu gugur lagi ternyata mereka kekurangan vitamin D,” ujar Damar.
Damar mengatakan, kekurangan vitamin D juga dapat berkontribusi pada kondisi serius seperti preeklamsia, yang dapat membahayakan nyawa ibu dan bayi. Preeklamsia adalah peningkatan tekanan darah atau hipertensi pada ibu hamil, yang apabila kondisinya berat dapat memicu kejang hingga kematian.
Selain itu, kata dia, ibu hamil yang kekurangan vitamin D juga berpotensi melahirkan bayi prematur dan mengalami komplikasi diabetes selama kehamilan. “Jadi vitamin D ini manfaatnya banyak sekali ternyata, tidak hanya untuk tulang saja tetapi juga bisa mencegah terjadinya keguguran berulang, bisa mencegah terjadinya preeklamsia, bisa mencegah persalinan prematur, dan juga bisa mencegah terjadinya diabetes gestasional,” kata dia.
Lebih lanjut Damar mengatakan bahwa asupan vitamin D terbaik bagi ibu hamil berasal dari paparan cahaya matahari langsung. Di dalam kulit, kata dia, terdapat provitamin D yang dapat diubah menjadi vitamin D apabila terkena sinar matahari. Selain sinar matahari, asupan vitamin D bagi ibu hamil juga bisa diperoleh dari makanan seperti ikan tuna, ikan salmon, susu dan produk olahannya, serta kuning telur. “Cuma terkadang orang-orang pola makannya tidak bagus atau tidak sesuai dengan yang diharapkan jadi menggunakan jalan pintas seperti suplemen vitamin D,” ujar dia.
Damar menekankan pentingnya memastikan kecukupan vitamin D selama kehamilan untuk mendukung kesehatan ibu dan perkembangan optimal bayi. Dia menyebut bahwa vitamin D juga memberi dampak positif terhadap kecerdasan anak.
Tantangan bayi prematur
Bayi yang lahir prematur dihadapkan dengan berbagai tantangan dalam perkembangan neurologis dan kesehatan secara keseluruhan. Seperti yang diungkapkan Dokter Anak lulusan Universitas Indonesia (UI) dr. Achmad Rafli, Sp.A (K) bahwa peran nutrisi, stimulasi, dan pemantauan intensif dalam seribu hari pertama kehidupan bayi prematur menjadi hal yang penting.
“Bayi prematur memiliki risiko gangguan perkembangan otak, karena proses pembentukan otak yang belum sempurna saat kelahiran. Pada trimester pertama hingga ketiga, perkembangan otak terjadi secara bertahap, mulai dari kemampuan motorik hingga sinergi fungsi vital seperti pernapasan dan menelan,” kata Dokter Anak Subspesialis Neurologi dari RSIA Bunda ini.
Dokter Rafli menambahkan stres pada ibu hamil bisa berdampak negatif pada perkembangan otak janin, sehingga ibu perlu menjaga kesehatan fisik dan mental selama kehamilan. Selain itu, kolostrum, nutrisi pertama dari ASI juga menjadi penting untuk mendukung perkembangan otak dan sistem kekebalan bayi prematur.
Dalam seribu hari pertama kehidupan, bayi prematur memerlukan stimulasi yang intensif untuk mencegah gangguan perkembangan, seperti gangguan motorik, bicara, dan autisme. Ia menuturkan stimulasi pada anak bisa ditingkatkan melalui beberapa cara, seperti mengajak anak berkomunikasi, mengajak bermain, memperlihatkan gambar pola, hingga memutarkan musik.
Dokter Rafli juga menegaskan perlunya pemantauan lingkar kepala sebagai salah satu indikator perkembangan otak. “Bayi prematur membutuhkan tim medis yang terintegrasi untuk mengawasi perkembangannya, mulai dari dokter anak, neurolog, hingga ahli gizi,” ujarnya.
Bagi para orang tua, perawatan bayi prematur adalah tantangan yang membutuhkan dedikasi tinggi. Namun, dengan nutrisi yang tepat, stimulasi dini, dan pemantauan rutin, bayi prematur memiliki peluang besar untuk tumbuh sehat dan optimal seperti anak yang lahir cukup waktu.
Pencernaan bayi prematur memiliki perbedaan signifikan dibandingkan bayi cukup bulan, dan menurut Dokter Anak dari Universitas Indonesia Dr. dr. Ariani Dewi Widodo, Sp.A (K) saluran cerna bayi prematur belum berkembang secara optimal karena bayi lahir sebelum waktunya. “Fungsi motilitas, yang bertugas menggerakkan makanan melalui saluran cerna, belum matang. Akibatnya, pencernaannya menjadi lebih lambat dan kurang efisien,” kata Dokter Spesialis Anak (Konsulen Gastroenterologi – Hepatologi) RSIA Bunda Jakarta, Ariani.
Selain itu, enzim pencernaan yang berperan dalam penyerapan nutrisi belum diproduksi dengan cukup, sehingga penyerapan nutrisi menjadi tidak maksimal.
Bayi prematur juga memiliki ‘gut barrier’ yang masih sangat tipis, sehingga rentan terhadap infeksi dan alergi.
Lebih lanjut, ia menjelaskan jika fungsi pencernaan yang belum matang membuat bayi prematur rentan mengalami GERD (Gastroesophageal Reflux Disease). GERD terjadi ketika makanan dan asam lambung naik kembali ke kerongkongan karena otot penghubung antara lambung dan kerongkongan belum sempurna.
“Ini sering ditandai dengan muntah, gumoh berlebihan, atau bayi yang rewel setelah menyusu. Jika dibiarkan, GERD dapat mengganggu pertumbuhan bayi, menyebabkan iritasi esofagus, bahkan masalah pernapasan,” ungkap Dr. Aryani.
Tidak matangnya saluran cerna juga meningkatkan risiko malnutrisi, lantaran penyerapan nutrisi yang tidak efisien dapat menyebabkan berat badan bayi sulit naik, keterlambatan perkembangan, hingga gangguan pada otak. Persoalan umum lainnya yang dialami pada bayi prematur adalah alergi susu sapi, karena dinding usus belum matang, protein besar dari susu sapi dapat menembus usus dan memicu reaksi alergi, dengan gejala yang meliputi diare, muntah, atau ruam di kulit.
Oleh sebab itu, Dokter Ariani menyarankan pemberian ASI sebagai solusi terbaik, karena ASI alami mudah dicerna, mengandung antibodi, dan risiko alerginya sangat rendah. ASI juga busa membantu perkembangan ‘gut barrier’ dan melindungi bayi dari infeksi. (RN)