Kenali Faktor Risiko Gejala Batu Empedu Dengan Istilah 4F

Artikel ini telah direview oleh
Faktor Risiko Gejala Batu Empedu
Foto: ygi.co.id

Gejala Batu empedu bisa terbentuk karena lemak yang bisa menyumbat saluran empedu. Perubahan gaya hidup juga tidak menutup kemungkinan risiko terjadinya batu kantung empedu ada pada usia di bawah 40 tahun, sehingga perlu penelitian terbaru terkait pola hidup dengan risiko batu empedu.

Hal tersebut dikatakan dokter spesialis bedah subspesialis bedah digestif konsultan RSCM dr. Arnetta Naomi Louise Lalisang, Sp.B Subsp.BD(K). Dia mengatakan faktor risiko batu kantung empedu bisa dikenali dengan istilah 4F (Female, Forty, Fertile, Fat), yang disebut banyak menyerang wanita.

“Perempuan kan ada estrogen, ada hormon-hormon, dan itu semua kan ada hubungannya juga dengan kolesterol, jadi pada akhirnya meningkatkan kemungkinan untuk kita terbentuk batu kantung empedu tersebut. Tapi laki-laki tidak menutup kemungkinan bisa juga,” kata Arnetta.

Dia menjelaskan, terjadinya batu pada kantung empedu karena kontraksi pada empedu yang tidak baik sehingga tidak semua cairan mengalir keluar dari hati ke usus halus. Akibatnya, ada cairan yang tersisa di dalam kantung empedu sehingga membentuk cairan menjadi kristalisasi dan akhirnya menjadi batu.

Ia menguraikan, batu kantung empedu mempunyai gejala yang khas yang biasanya dialami pasien yakni nyeri perut kanan atas yang menjalar ke punggung belakang. Namun juga ada beberapa gejala yang tidak spesifik atau mirip dengan gejala penyakit lain seperti perut terasa begah.

“Itu pasti spesifik banget, punggung rasa pegal-pegal, yang nggak spesifik misalnya suka ngeluh begah berulang, beberapa kali berobat berkali-kali dibilangnya lambung, maag atau GERD, atau kayak sebah di perut tapi nggak ada perbaikan, ternyata di USG ada batu kantung empedunya, itu termasuk ke gejala nonspesifik,” kata Arnetta.

Ia menambahkan selain nyeri, kristalisasi batu juga bisa menyebabkan peradangan pada kantung empedu, atau yang disebut kolesistitis. Jika mendapati gejala tersebut, Arnetta menyarankan untuk melakukan pemeriksaan USG agar bisa mendapatkan diagnosis yang tepat. Hal ini juga untuk menghindari terjadinya komplikasi yang menyebabkan kuning karena tersumbatnya saluran empedu.

“Jadi kalau ada keluhan jangan ditahan, kadang ada yang mungkin self-diagnosing itu nggak boleh, harus tanya ke yang memang mengerti bisa ke dokter penyakit dalam, bisa ke dokter bedah digestif, yang penting kita harus tahu itu bener batu kantung empedu bukan,” katanya.

Tak bergejala

Dokter spesialis bedah dari RSUPN Cipto Mangunkusumo dr. Febiansyah Ibrahim, SpB, Subsp. BD(K) mengatakan bahwa kebanyakan kasus penyakit batu kantung empedu tidak bergejala sehingga sering kali tidak disadari oleh penderitanya.

“Batu kantung empedu ini sebenarnya sekitar 70 sampai 80 persen, tidak ada keluhan. Jadi hanya sekitar 20 persen yang datang dengan keluhan,” kata Febiansyah.

Kalaupun pasien mengalami keluhan, ia mengatakan pasien juga kadang tidak begitu menyadari karena gejalanya hampir mirip seperti sakit maag yaitu nyeri perut tiba-tiba di bagian kanan atas dan terjadi secara hilang-timbul, serta dapat menjalar ke daerah punggung hingga ulu hati.

Baca juga:  Kenali dan Atasi Sakit Psoriasis Secara Sederhana

“Kalau sakit maag kan biasanya (nyeri perutnya) karena telat makan, kalau batu kantung empedu justru habis makan, misalnya setelah makan malam lalu terbangun pada malam hari misalnya jam dua malam (karena nyeri perut),” ucapnya.

Ia menjelaskan, batu kantung empedu merupakan kondisi adanya batu pada kantung empedu. Batu tersebut bisa berupa endapan kolesterol yang mengkristal, yang akan akan mengganggu kerja kantung empedu sebagai tempat penyimpanan dan pelepasan cairan empedu ke saluran pencernaan.

Selain karena endapan kolesterol, ia juga mengatakan batu juga dapat terbentuk karena terlalu banyak bilirubin di dalam empedu. Batu ini disebut dengan batu pigmen.

Oleh karena itu itu, lanjut Febiansyah, gaya hidup sehat menjadi satu-satunya cara untuk mencegah penyakit batu kantung empedu, seperti dengan menghindari makan makanan yang terlalu banyak mengandung lemak untuk mencegah kolesterol. “Sebenarnya kan kalau gaya hidup sudah baik, tentu bukan hanya menghindari penyakit batu kantung empedu saja tapi juga penyakit-penyakit lain juga bisa kita tekan risikonya,” tukasnya.

Tindakan operasi

Sementara itu, dr. Arnetta Naomi Louise Lalisang Sp.B Subsp.BD(K) dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta mengatakan, tindakan operasi bisa dilakukan dalam penanganan batu kantong empedu untuk mencegah timbulnya komplikasi peradangan yang lebih berat pada pasien.

Menurutnya, batu kantong empedu muncul karena mekanisme kantong empedu dalam berkontraksi tidak sempurna sehingga sebagian cairan empedu tidak mengalir dari hati ke usus besar dan tertinggal di kantong empedu.

“Kalau tidak dioperasi tentu kemungkinannya pasti pasien akan mengalami nyeri berulang. Terus, kalau misalnya si batu itu nyumbat di ujung muara kantong empedu, bisa terjadi kolesistitis, itu kan sudah terjadi infeksi, memang sudah makin lagi menjadi indikasi untuk dioperasi,” terangnya.

Dalam penanganan batu kantong empedu, lanjut dokter Arnetta, tindakan operasi dilakukan untuk mengangkat kantong empedu yang menjadi penyebab nyeri di perut bagian atas.

Menurut dia, operasi standar dalam penanganan batu kantong empedu utamanya laparoskopi, prosedur bedah minimal invasif menggunakan laparoskop yang dilakukan dengan membuat sayatan kecil di pusar untuk mengeluarkan kantong empedu. Seiring dengan berkembangnya teknologi kesehatan, operasi pengangkatan kantong empedu atau kolesistektomi juga bisa dilakukan secara robotik.

Dokter Arnetta menyampaikan, operasi kantong empedu yang sudah mengalami peradangan atau kolesistitis lebih sulit dikerjakan dibandingkan operasi kantong empedu yang tidak mengalami peradangan.

Ia menegaskan bahwa operasi batu kantong empedu juga disarankan pada pasien berusia lanjut, orang dengan kencing manis, penderita talasemia, dan orang dengan imun tubuh yang kurang baik. Pasien yang sudah menjalani tindakan penanganan batu kantong empedu, ia mengatakan, seharusnya tidak lagi mengalami keluhan nyeri berulang.

Baca juga:  Temukan Resep Jalani Hidup Sehat After Fourty

“Kalau sudah tindakan, misalnya kita sudah angkat kantong empedunya, ya harusnya enggak ada keluhan lagi, karena kantong empedunya sudah enggak ada, kecuali dia tipe orang yang bisa memproduksi batu. Nah, batunya itu bisa saja muncul lagi di saluran empedu, tapi bukan di kantong empedunya,” jelasnya.

Menurut dia, pasien yang sudah menjalani operasi pengangkatan kantong empedu akan bisa beraktivitas sebagaimana biasa. Namun demikian, tubuhnya akan memerlukan waktu untuk beradaptasi. Penerapan pola hidup sehat dengan mengurangi makanan berlemak bisa membantu mengurangi efek samping setelah operasi batu kantong empedu.

“Kalau kita makan berlemak dalam jumlah yang berlebihan biasanya yang timbul adalah jadi diare atau pup-nya agak berlendir, itu yang biasa terjadi. Tapi ya, tubuh kan diciptakan Tuhan pintar, sehingga nanti dia akan beradaptasi, nanti akan bisa seperti biasa lagi, enggak masalah,” urainya.

Tunda waktu makan

Di sisi lain, dokter spesialis gizi klinis, Eva Maria Christine mengatakan menunda waktu makan dapat mempengaruhi metabolisme tubuh dan efek jangka panjangnya dapat menyebabkan batu empedu. Menunda waktu makan dan melipat gandakan porsi pada kesempatan berikutnya akan membuat tubuh menjadi ‘bingung’, akibatnya kerja sistem metabolisme menjadi berantakan dan membuat gula darah naik.

“Tubuh jadi bingung akhirnya apa, gula darahnya malah naik. Karena optimalnya tiap tiga jam ada hormon insulin yang dilepaskan oleh pankreas, ada makanan masuk dia keluar, dia turunin gula darah,” paparnya.

Dikatakannya, kalau enggak ada makanan yang masuk apa yang terjadi? Insulinnya tetap keluar, gula darahnya tetap turun akhirnya dia drop bisa pingsan.

Setelah tidak makan seharian, seseorang cenderung makan dengan porsi yang lebih besar dari biasanya. Bahayanya, hal tersebut justru dapat memicu naiknya gula darah lantaran insulin harus bekerja lebih keras dari sebelumnya saat perut kosong.

“Insulinnya bingung udah lama enggak kerja tiba-tiba dikasih makan yang banyak, akhirnya gula darahnya malah naik karena insulinnya kaget enggak biasa konsumsi makanan sebanyak itu, malah hari kedua ketiga jadi hiperglikemik, gula darahnya naik,” bebernya.

Tak hanya menaikkan gula darah, menunda waktu makan juga dapat menyebabkan batu empedu. Sebab saat kita makan, tubuh mengeluarkan asam empedu yang berfungsi untuk membuat metabolisme lemak.

Dia menyarankan agar makan secara teratur dengan tiga kali makan utama dan dua kali snack buah. “Makan itu harus seimbang dengan jadwal yang teratur, makan utama dan snack buah,” serunya. (RN)

× Hubungi kami!