Pernikahan Sehat Cegah Pasangan Bermasalah Mental

Artikel ini telah direview oleh
Pernikahan Sehat Cegah Pasangan Bermasalah Mental
Foto: beritantb.com

 

Membangun pernikahan yang sehat penting untuk menjaga kestabilan kesehatan mental terutama pada pihak perempuan atau istri. Dalam hal ini, suami sebagai partner dalam pernikahan memiliki peran penting menjaga kestabilan rumah tangga.

Hal tersebut dikatakan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Prof. Dr. Bagus Takwin M.Hum. “Suami itu paling penting jadi teman kerja sama yang baik, bukan jadi pemimpin yang mengarahkan saja tapi pemimpin yang kerja bersama,” kata Bagus.

Ia menjelaskan, kerja sama antara suami dan istri dalam mengurus rumah tangga bisa membantu istri untuk menjaga kestabilan emosinya. Dia mengatakan menjadi partner bukan hanya dalam hal memimpin tapi juga bersama dalam mendidik anak dan menjadi pendukung pasangan masing-masing jika menghadapi masalah dengan kemampuan memahami.

“Kalau makin besar anaknya bisa jadi partner juga untuk anaknya, secara emosional juga mendukung emosi yang positif yang muncul caranya macam-macam kayak ngajak becanda, jalan-jalan,” tutur Bagus.

Ia juga mengatakan suami yang ikut memahami permasalahan istri mulai dari hal kecil sampai urusan rumah tangga juga menjadi peran yang penting untuk membantu perempuan bertahan terhadap tekanan yang mungkin di dapatnya dari lingkungan. Dengan saling memahami dan mengerti suami dan istri bisa menghadapi masalah bersama dan mencapai hasil yang lebih baik dibanding hanya berjuang sendiri.

Salah satu saran Bagus untuk mendapatkan rumah tangga yang sehat adalah menemukan pasangan yang mau siap bertumbuh bersama dan bukan sekedar bertahan. “Kalau banyak orang berpikir menikah untuk menjalani hidup, saya kira sendiri juga bisa. Menikah itu untuk tumbuh bukan bertahan, tapi itu nggak gampang dan nggak semua orang bisa, cari yang pas untuk bisa tumbuh, kalau mapan-mapan saja untuk bertahan sendirian juga bisa,” paparnya.

Ia menambahkan, kesadaran tentang masalah kesehatan mental perempuan sangat kompleks maka itu perlu perhatian besar, karena kemampuan perempuan untuk bertahan menghadapi situasi berat bisa runtuh jika tidak ada pasangan yang mendukung secara emosional.

Gangguan kejiwaan

Terdapat perbedaan jenis kelamin yang jelas dalam tingkat kejadian gangguan kejiwaan sepanjang hidup, yang bervariasi tergantung pada usia, jenis gangguan kejiwaan, periode kalender, dan status sosial ekonomi.

Hasil penelitian baru oleh para peneliti di Institute for Environmental Medicine (IMM), Karolinska Institutet itu diterbitkan dalam jurnal The Lancet Regional Health – Europe menyebutkan, gangguan kejiwaan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat global yang paling mendesak. Telah ditunjukkan bahwa laki-laki memiliki risiko lebih tinggi terhadap gangguan perkembangan saraf, sementara perempuan lebih rentan terhadap depresi dan gangguan kecemasan.

Baca juga:  Hubungan Sosial Buat Tubuh Lebih Sehat

Namun, sebagian besar bukti didasarkan pada penelitian prevalensi, tanpa membedakan kasus baru (insiden) dari kasus yang lazim dan berulang, yang mungkin tidak memberikan informasi mengenai jendela waktu yang optimal untuk skrining dan intervensi untuk mengurangi perbedaan jenis kelamin. Terdapat kesenjangan penelitian tentang perbedaan jenis kelamin dalam kejadian gangguan kejiwaan sepanjang hidup.

Para peneliti di IMM dan kolaborator dari MEB, Universitas Uppsala, Rumah Sakit Universitas Oslo, dan Universitas Islandia, menggunakan data registrasi nasional Swedia dan mengadopsi pendekatan siklus hidup. Dari situ mereka mampu menggambarkan atlas komprehensif perbedaan jenis kelamin dalam tingkat kejadian gangguan kejiwaan yang didiagnosis secara klinis selama rentang hidup, dengan penekanan pada analisis perbedaan jenis kelamin menurut berbagai jenis gangguan kejiwaan, status sosial ekonomi, dan periode kalender.

Temuan mereka bahwa perbedaan jenis kelamin dalam gangguan kejiwaan terjadi hampir di seluruh rentang hidup mendukung perlunya strategi pencegahan kesehatan mental yang bergender. Variasi dalam perbedaan ini menurut usia dan status sosial ekonomi menunjukkan bahwa pengetahuan saat ini dapat ditingkatkan dengan mengintegrasikan data tentang usia dan status sosial ekonomi.

Studi ini juga memberikan bukti untuk strategi skrining dan intervensi yang berfokus pada kelompok usia tertentu dan populasi yang kurang beruntung secara sosial, di mana kesenjangan jenis kelamin yang nyata dalam gangguan kejiwaan diamati.

Kesehatan mental

Pada bagian lain, psikolog Dra. A. Kasandra Putranto menekankan pentingnya kesehatan mental para generasi penerus bangsa dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. “Menurut riset, kesehatan mental lebih penting daripada kesehatan fisik. Penelitian efek kimiawi pikiran pada tubuh, bahwa kesehatan mental adalah pendorong kesehatan fisik,” kata Kasandra.

Psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia (UI) itu menyampaikan, mempersiapkan generasi Indonesia Emas yang sehat mental memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan banyak pemangku kepentingan termasuk orang tua, pendidik, pembuat kebijakan, serta masyarakat luas.

Baca juga:  Tangani Demensia Perlu Komitmen Semua Pihak

Adapun beberapa strategi untuk mendukung kesehatan mental dan kesejahteraan dalam menyongsong Indonesia Emas di antaranya pendidikan karakter dengan menanamkan nilai-nilai seperti empati, kesadaran diri, dan pengaturan diri pada anak sejak usia dini.

Menurut dia, hal ini dapat dicapai melalui program pendidikan karakter di sekolah dan di rumah. Kemudian, literasi kesehatan mental bagi anak-anak, orang tua, dan pendidik untuk mengenali tanda-tanda masalah kesehatan mental melalui lokakarya, program pelatihan, dan kampanye kesadaran.

Perlunya lingkungan yang mendukung terciptanya komunikasi terbuka, empati, dan pengertian sehingga meningkatkan hubungan positif antara anak, orang tua, dan pendidik. Selanjutnya, akses ke layanan kesehatan mental termasuk konseling, terapi, dan perawatan psikiatris.

“Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan ketersediaan tenaga profesional kesehatan mental, mengurangi stigma seputar masalah kesehatan mental, dan mempromosikan layanan kesehatan mental yang terjangkau,” ujarnya.

Lebih lanjut Kasandra mendorong adanya mekanisme penanganan yang sehat seperti olahraga, perhatian, dan ekspresi kreatif untuk mengelola stres dan emosi. Ia mengatakan, pada orang tua, pendidik, dan pemimpin masyarakat juga diharapkan agar menunjukkan kebiasaan kesehatan mental yang baik dengan mempromosikan nilai-nilai positif sehingga dapat dijadikan panutan.

Tidak hanya itu, perlu adanya keterlibatan masyarakat dalam mempromosikan kesehatan mental dan kesejahteraan melalui acara, kampanye, dan inisiatif yang meningkatkan kesadaran dan memberikan dukungan.

Dari sisi pemerintah, diharapkan adanya kebijakan dan peraturan yang mendukung seperti menyediakan hari kesehatan mental, mengurangi tekanan akademis, dan mempromosikan keseimbangan kehidupan kerja. “Memanfaatkan teknologi dan inovasi untuk menyediakan layanan kesehatan mental yang mudah diakses dan terjangkau, seperti konseling daring dan aplikasi kesehatan mental,” katanya.

Kasandra menegaskan pentingnya menjaga kesehatan mental untuk menghindari penyakit. Ia mengungkapkan, depresi dapat meningkatkan risiko berbagai jenis masalah kesehatan fisik khususnya kondisi jangka panjang seperti diabetes, penyakit jantung, dan stroke.

Sebaliknya, memiliki penyakit kronis yang berasal dari kebiasaan kesehatan yang buruk juga dapat menyebabkan depresi. Oleh karena itu, pikiran adalah penghubung mental yang perlu dijaga untuk membuat pilihan yang memungkinkan bertahan hidup dan berkembang.

“Jika pikiran kita menyenangkan, tubuh kita akan mengeluarkan zat kimia seperti oksitosin, serotonin, dan dopamin yang menciptakan rasa rileks dan sejahtera,” pungkasnya. (RN)

 

× Hubungi kami!