Sulit Dideteksi Dini, Kanker Pankreas Perlu Diterapi

Artikel ini telah direview oleh

Sulit Dideteksi Dini, Kanker Pankreas Perlu Diterapi

Sulit Dideteksi Dini, Kanker Pankreas Perlu Diterapi
Foto: intisari.grid.id

Kanker pankreas merupakan jenis kanker yang jarang mencuat ke permukaan, dibanding kanker yang lain. Meski begitu, kanker ini perlu diwaspadai karena sulit dideteksi dini.

Padahal, deteksi dan penanganan dini merupakan kunci utama penanganan kanker. Ketika kanker ditemukan di stadium lanjut, penanganan menjadi lebih sulit, berbiaya mahal, dan tingkat keberhasilannya pun rendah.

Masih membekas di ingatan kita, sosok Steve Job, pendiri Apple. Dia meninggal dikarenakan kanker pankreas. Padahal, almarhum tinggal di negara yang terbilang maju dengan teknologi kedokteran dan obat yang jauh lebih canggih.

“Sulit untuk menemukan kanker pankreas dalam stadium dini,” aku Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterologi dan Hepatologi, dr. C. Rinaldi Lesmana, Sp.PD-KGEH. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Pertama, posisi organ pankreas yang ‘tersembunyi’ di belakang lambung, sehingga ketika ada tumor kecil yang menjadi penanda awal kanker pankreas, acap kali tak tertangkap pemeriksaan yang umum dilakukan, misalnya pemeriksaan USG perut. Tumor di pankreas baru bisa terlihat jelas dengan peralatan diagnosis lanjutan seperti endoscopic ultrasound (EUS).

Baca juga:  Lansia Wajib Penuhi Kebutuhan Protein

Kedua, gejala awal kanker pankreas mirip seperti gejala gangguan pencernaan lain, seperti maag, mual dan kembung. Jadi, pasien mengira gejala yang dialami adalah sakit maag biasa, padahal itu gejala awal kanker pankreas.

“Saran saya, ketika kita mengalami gangguan pencernaan yang sudah diterapi mengikuti prosedur medis tapi tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menggali faktor penyebab pastinya, termasuk kemungkinan kanker pankreas. Kalau ditemukan dini, itu bagus karena pengobatannya akan lebih mudah,” saran dr. Rinaldi.

Terkait penanganan, selain pilihan terapi konvensional seperti operasi, kemoterapi, dan radioterapi. Semua terapi itu bisa diterapkan sendiri-sendiri atau dikombinasikan. Umumnya, untuk stadium awal dilakukan dengan operasi pengangkatan jaringan tumor. Adapun untuk stadium lanjut menggunakan kemoterapi atau radioterapi.

Selain ketiga jenis pilihan terapi konvensional itu, kini ada pula terapi jenis baru yaitu, Endoscopic Ultrasound-Guided Radiofrequency Ablation (EUS-RFA). Terapi ini memanfaatkan energi radiofrekuensi untuk mengablasi/menghilangkan jaringan tumor/kanker pankreas.Tak seperti tindakan operasi konvensional, prosedur EUS-RFA tidak invasif (tidak memerlukan pembedahan), karena menggunakan jarum elektroda yang diarahkan langsung ke lokasi tumor dengan panduan EUS sehingga posisinya presisi. Melalui jarum itulah energi radiofrekuensi disalurkan untuk menghancurkan jaringan tumor.

Baca juga:  Cegah Migrain Ikuti Cara Sederhana Ini

Dari pengalamannya, dokter Rinaldi mengaku, menangani pasien dengan terapi EUS-RFA menunjukkan hasil yang baik. Meski begitu, penyedia layanan terapi EUS-RFA untuk kanker pankreas terbilang langka. Namun demikian, tindakan EUS-RFA untuk terapi kanker pankreas, saat ini belum bisa diklaim menggunakan BPJS Kesehatan.  Pasien yang mau melakukan pengobatan dengan tindakan EUS-RFA dapat menggunakan biaya pribadi atau asuransi swasta. (RN)