Warga Perkotaan Rentan Kena Radang Usus
Penyakit pencernaan kerap dialami oleh masyarakat di perkotaan. Inflammatory bowel disease (IBD) atau penyakit radang usus adalah penyakit kombinasi dari faktor-faktor autoimun, makanan, lingkungan, dan ada faktor genetik. Menurut dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan gastroenterologi hepatologi RSCM-FKUI, Prof. Marcellus Simadibrata, IBD di dunia barat kasusnya sudah banyak, sedang di Asia termasuk Indonesia kasusnya masih terbilang sedikit yakni 0,88/100.000 penduduk.
“Namun, trennya semakin meningkat, terutama di kalangan masyarakat urban, sehingga kita perlu waspada,” ujar Marcellus. Peningkatan kasus IBD di daerah perkotaan disinyalir akibat pola makan tidak sehat seperti makanan cepat saji dan lain-lain. Marcellus menambahkan, pola hidup dan pola makan sangat berpengaruh pada timbulnya IBD. Di banyak negara, penderita penyakit pencernaan lebih banyak dialami warga perkotaan daripada pedesaan.
IBD, sambungnya, adalah penyakit menahun atau berjalan lama dengan gejala hilang timbul. “Gejalanya sendiri termasuk diare berkepanjangan disertai darah dan nyeri perut kronis yang tidak hilang dalam waktu lama,” terangnya.
Sedangkan, jika ada gejala sakit di bagian perut ketika batuk itu belum tentu gejala dari IBD. Menurutnya, sakit di area perut saat batuk lebih memiliki kaitan erat dengan gerakan otot perut secara tiba-tiba. Pengobatan untuk penyakit ini terdiri dari tiga cara yakni, non farmakologis atau tanpa obat-obatan termasuk pola diet dan memperbaiki gaya hidup. Pengobatan cara kedua dengan konsumsi obat-obatan (farmakologis) yang kadang-kadang menekan sistem imunitas dalam tubuh.
Bagi pasien Covid-19, pengobatan dengan konsumsi obat tidak dianjurkan karena sistem imun akan menurun dan membuat virus korona lebih parah. Untuk pengobatan farmakologis, perlu konsultasi terlebih dahulu dengan dokter karena pengobatan dapat menimbulkan efek samping tertentu pada pasien. Cara pengobatan lain yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan operasi bedah. (RN)