Obesitas Percepat Tanda Penunaan

Artikel ini telah direview oleh
Obesitas Percepat Tanda Penunaan
Foto: jurnalbatam.com (Obesitas Percepat Tanda Penunaan)

Obesitas atau kegemukan berlebih dapat mempercepat penuaan sehingga perlu penanganan secara menyeluruh. Hal tersebut dikatakan Clinical, Medical, and Regulatory Director Novo Nordisk Indonesia dr Riyanny Meisha Tarliman mengatakan obesitas atau kegemukan berlebih dapat mempercepat penuaan sehingga perlu penanganan secara menyeluruh.

“Obesitas bukan sekadar masalah penampilan ataupun gaya hidup. Ini adalah kondisi medis kompleks yang mempengaruhi kesehatan metabolik dan dapat mempercepat tanda penuaan pada tubuh dan kulit,” kata Riyanny. Dia mengatakan, obesitas berkontribusi pada munculnya peradangan kronis (inflammaging) yang mempercepat kerusakan molekuler dan mengurangi kemampuan regenerasi sel.

Menurut dia, kondisi tersebut menyebabkan organ kehilangan fungsi optimal serta memicu masalah kulit seperti keriput, hiperpigmentasi, dan kusam. Lebih jauh, obesitas juga meningkatkan risiko penyakit serius seperti diabetes, gangguan metabolik, hingga kardiovaskular.

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya penanganan secara menyeluruh untuk mencegah potensi risiko obesitas. “Pendekatan holistik yang menggabungkan gaya hidup sehat, penilaian klinis yang tepat, dan terapi berbasis bukti merupakan landasan penanganan yang aman dan berkelanjutan,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Perhimpunan Dokter Anti Penuaan, Wellness, Estetik & Regeneratif Indonesia (PERDAWERI), Dr.med. dr. Maya Surjadjaja, M.Gizi, Sp.GK, IAAF, juga menekankan pentingnya perubahan gaya hidup sehat untuk mencegah obesitas.

Ia menyebut, kebiasaan makan larut malam juga dapat memicu penumpukan lemak karena tubuh memiliki ritme sirkadian yang seharusnya beristirahat pada malam hari.

“Tubuh kita tidak didesain untuk mengonsumsi makanan berat saat malam. Hal ini akan menambah risiko kegemukan,” ujar Maya.

Ia juga menyoroti maraknya konsumsi obat pelangsing instan dan herbal yang dijual bebas. Beberapa produk, kata Maya, seringkali dicampur zat farmasi berbahaya tanpa dicantumkan dalam label. “Risikonya besar, karena masyarakat tidak tahu apa yang sebenarnya mereka konsumsi,” katanya.

Sebagai solusi, Maya menekankan pentingnya perubahan gaya hidup ketimbang mengandalkan obat-obatan. Tidak hanya itu, ia juga menilai pentingnya edukasi yang melibatkan banyak pihak, termasuk dokter, orang tua, sekolah, hingga lingkungan sosial agar kesadaran menjaga berat badan dapat dimulai sejak usia muda.

Baca juga:  Infeksi Saluran Kemih Marak di Musim Panas

“Hidup sehat itu sederhana. Tidur cukup, olahraga teratur, kurangi stres, jaga asupan gizi seimbang, dan sebaiknya mulai dari pola pikir. Kalau pikiran sehat, lebih mudah mengontrol kebiasaan sehari-hari,” jelas Maya.

Lemak viseral

Dokter spesialis gizi klinik dari Universitas Indonesia dr. Erwin Christianto, M.Gizi, Sp.GK mengatakan jeda waktu makan dan camilan yang terlalu pendek dapat menyebabkan penumpukan lemak di bawah perut atau lemak viseral.

 “Sekarang makan, setengah jam lagi kita jalan, ketemu jajan, makan. Jadi, waktu makan dengan jajan yang terlalu dekat, itu akan menyebabkan penumpukan terutama penumpukan lemak viseral,” kata Erwin.

Secara umum, penumpukan lemak bisa terjadi di dua tempat yaitu di bawah kulit dan di bawah organ tubuh. Lemak yang bertumpuk di bawah kulit ditandai dengan bisa dicubit, sementara lemak di bawah organ tubuh, misalnya perut, bersifat lebih keras dan sulit dicubit.

Sang dokter mengingatkan bahwa lemak viseral atau yang biasa disebut obesitas sentral bersifat lebih jahat dibandingkan lemak di bawah kulit karena bisa menimbulkan penyakit tambahan, seperti resistensi insulin pada diabetes.

Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 prevalensi obesitas sentral (lingkar perut melebihi batas normal) secara nasional 36,8 persen pada penduduk berusia 15 tahun ke atas.

Sekjen Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Gizi Klinik Indonesia (PP PDGKI) mengatakan semakin banyak pilihan makanan terutama makanan dalam kemasan dan tinggi kalori maka risiko untuk perlemakan di bawah perut juga semakin meningkat.

Dia menyarankan untuk makan tiga kali sehari pagi, siang dan malam terdiri dari karbohidrat, protein, sayur, dan buah dalam satu piring dan tidak berlebihan.

Erwin juga menjelaskan bahwa buah dikonsumsi sebelum makanan utama adalah persepsi yang keliru. Di dalam pencernaan, makanan akan dicerna dengan cara yang berbeda sehingga tidak ada perbedaan mana yang dikonsumsi lebih dulu.

Dia juga menyarankan jeda antara makan utama dengan camilan sebanyak dua sampai tiga jam dan tidak mengonsumsi camilan secara berlebihan. “Kira-kira 2-3 jam. Tapi, mungkin harus diperhatikan camilannya juga, ya. Kalau sekali makan satu bungkus, ya sama aja,” kata Erwin.

Baca juga:  Diabetes Disebut ‘Ibu’ Dari Segala Penyakit, Ini Penyebabnya!

Selain pola makan dan apa yang dimakan, Erwin juga mengingatkan masyarakat untuk mengelola stres, yang bisa memengaruhi hormon yang menyebabkan sulit tidur dan juga penyebab obesitas.

Sementara itu, dikutip dari laman Eating Well, dikatakan, tidak seperti lemak subkutan, yang merupakan jenis lemak yang terletak tepat di bawah kulit, lemak visceral terkubur jauh di dalam perut. Lemak visceral menghasilkan protein inflamasi yang meningkatkan risiko penyakit kronis seperti penyakit jantung, diabetes, penyakit hati berlemak nonalkohol, dan beberapa jenis kanker.

Penelitian mengungkapkan bahwa meningkatkan aktivitas fisik mungkin merupakan salah satu cara terbaik untuk menghentikan perkembangan penyakit yang dipicu oleh kelebihan lemak tubuh. “Dengan meningkatkan gerakan, Anda dapat membangun massa tubuh tanpa lemak, yang membantu meningkatkan metabolisme istirahat secara keseluruhan, sehingga menghasilkan komposisi tubuh yang lebih baik,” kata Erin Palinski-Wade, RD, CDCES , seorang ahli diet terdaftar.

Palinski-Wade mengatakan lakukan gerakan kecil sepanjang hari, seperti menggunakan tangga alih-alih lift, memarkir mobil di tempat yang lebih jauh, atau mengambil jalan yang lebih jauh menuju mesin kopi di kantor untuk menambah jumlah langkah dalam kegiatan sehari-hari.

Sementara itu penulis From Burnout to Balance Patricia Bannan, MS, RDN , mengatakan atur pengingat waktu untuk melakukan gerakan seperti peregangan atau berjalan beberapa menit. “Setiap 30 hingga 60 menit, atur pengingat untuk berdiri, melakukan peregangan, atau berjalan-jalan selama beberapa menit, ini akan menghentikan duduk dalam waktu lama dan membantu merangsang sirkulasi dan aktivitas otot,” kata Bannan.

Latihan kekuatan juga salah satu yang dapat dilakukan untuk mengimbangi lemak visceral, dengan fokus pada kelompok otot utama untuk meningkatkan kekuatan dan massa tubuh tanpa lemak selama satu hingga dua kali seminggu. Kiat lainnya adalah catat waktu tidur, melakukan aktivitas penuh kesadaran, konsumsi serat dan kurangi makanan berlemak untuk mengurangi lemak visceral. (RN)